tag:blogger.com,1999:blog-194070105873466852024-03-13T09:28:52.760-07:00Sastra Of SmansataSastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-21005657173324155682011-10-27T06:15:00.000-07:002011-10-27T06:15:42.772-07:00Cerpen : Kasih Sepanjang Jalan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyyjIWh3jiGDRKKZVH17al4P_NLgmCbhvug2SN-2j5Ypl_Bcn3q636gaiCFOK9Txpagb4GEt44iNWr78rkIvdxdyKx_oo9J_Qm4o93oJesI2qmfYO6hEyuGig7r_cffKJkMw197Edrd8k/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="244" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyyjIWh3jiGDRKKZVH17al4P_NLgmCbhvug2SN-2j5Ypl_Bcn3q636gaiCFOK9Txpagb4GEt44iNWr78rkIvdxdyKx_oo9J_Qm4o93oJesI2qmfYO6hEyuGig7r_cffKJkMw197Edrd8k/s320/images.jpeg" width="320" /></a></div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"> </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"> </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Di stasiun kereta api bawah tanah Tokyo, aku merapatkan mantel wol tebalku erat-erat. Pukul 5 pagi. Musim dingin yang hebat. Udara terasa beku mengigit. Januari ini memang terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Di luar salju masih turun dengan lebat sejak kemarin. Tokyo tahun ini terselimuti salju tebal, memutihkan segenap pemandangan. Stasiun yang selalu ramai ini agak sepi karena hari masih pagi. Ada seorang kakek tua di ujung kursi, melenggut menahan kantuk. Aku melangkah perlahan ke arah mesin minuman. Sesaat setelah sekeping uang logam aku masukkan, sekaleng <i>capucino</i> hangat berpindah ke tanganku. Kopi itu sejenak menghangatkan tubuhku, tapi tak lama karena ketika tanganku menyentuh kartu pos di saku mantel, kembali aku berdebar.<br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Tiga hari yang lalu kartu pos ini tiba di apartemenku. Tidak banyak beritanya, hanya sebuah pesan singkat yang dikirim adikku, "Ibu sakit keras dan ingin sekali bertemu kakak. Kalau kakak tidak ingin menyesal, pulanglah meski sebentar, kak". Aku mengeluh perlahan membuang sesal yang bertumpuk di dada. Kartu pos ini dikirim Asih setelah beberapa kali ia menelponku tapi aku tak begitu menggubris ceritanya. Mungkin ia bosan, hingga akhirnya hanya kartu ini yang dikirimnya. Ah, waktu seperti bergerak lamban, aku ingin segera tiba di rumah, tiba-tiba rinduku pada ibu tak tertahan. Tuhan, beri aku waktu, aku tak ingin menyesal<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">.</span></div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"><br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Sebenarnya aku sendiri masih tak punya waktu untuk pulang. Kesibukanku bekerja di sebuah perusahaan swasta di kawasan Yokohama, ditambah lagi mengurus dua puteri remajaku, membuat aku seperti tenggelam dalam kesibukan di negeri sakura ini. Inipun aku pulang setelah kemarin menyelesaikan sedikit urusan pekerjaan di Tokyo. Lagi-lagi urusan pekerjaan.Sudah hampir dua puluh tahun aku menetap di Jepang. Tepatnya sejak aku menikah dengan Emura, pria Jepang yang aku kenal di Yogyakarta, kota kelahiranku. Pada saat itu Emura sendiri memang sedang di Yogya dalam rangka urusan kerjanya. Setahun setelah perkenalan itu, kami menikah. Masih tergambar jelas dalam ingatanku wajah ibu yang menjadi murung ketika aku mengungkapkan rencana pernikahan itu. Ibu meragukan kebahagiaanku kelak menikah dengan pria asing ini. Karena tentu saja begitu banyak perbedaan budaya yang ada diantara kami, dan tentu saja ibu sedih karena aku harus berpisah dengan keluarga untuk mengikuti Emura. Saat itu aku berkeras dan tak terlalu menggubris kekhawatiran ibu. </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;"><br clear="all" style="page-break-before: always;" /> </span> </div><div class="MsoNormal" style="text-align: left;"><br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Pada akhirnya memang benar kata ibu, tidak mudah menjadi istri orang asing. Di awal pernikahan begitu banyak pengorbanan yang harus aku keluarkan dalam rangka adaptasi, demi keutuhan rumah tangga. Hampir saja biduk rumah tangga tak bisa kami pertahankan. Ketika semua hampir karam, Ibu banyak membantu kami dengan nasehat-nasehatnya. Akhirnya kami memang bisa sejalan. Emura juga pada dasarnya baik dan penyayang, tidak banyak tuntutan. Namun ada satu kecemasan ibu yang tak terelakkan, perpisahan. Sejak menikah aku mengikuti Emura ke negaranya. Aku sendiri memang sangat kesepian diawal masa jauh dari keluarga, terutama ibu, tapi kesibukan mengurus rumah tangga mengalihkan perasaanku. Ketika anak-anak beranjak remaja, aku juga mulai bekerja untuk membunuh waktu. </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"><br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Aku tersentak ketika mendengar pemberitahuan kereta <i>Narita Expres</i> yang aku tunggu akan segera tiba. Waktu seperti terus memburu, sementara dingin semakin membuatku menggigil. Sesaat setelah melompat ke dalam kereta aku bernafas lega. Udara hangat dalam kereta mencairkan sedikit kedinginanku. Tidak semua kursi terisi di kereta ini dan hampir semua penumpang terlihat tidur. Setelah menemukan nomor kursi dan melonggarkan ikatan syal tebal yang melilit di leher, aku merebahkan tubuh yang penat dan berharap bisa tidur sejenak seperti mereka. Tapi ternyata tidak, kenangan masa lalu yang terputus tadi mendadak kembali berputar dalam ingatanku. Ibu..ya betapa kusadari kini sudah hampir empat tahun aku tak bertemu dengannya. Di tengah kesibukan, waktu terasa cepat sekali berputar. Terakhir ketika aku pulang menemani puteriku, Rikako dan Yuka, liburan musim panas. Hanya dua minggu di sana, itupun aku masih disibukkan dengan urusan kantor yang cabangnya ada di Jakarta. Selama ini aku pikir ibu cukup bahagia dengan uang kiriman ku yang teratur setiap bulan. Selama ini aku pikir materi cukup untuk menggantikan semuanya. Mendadak mataku terasa panas, ada perih yang menyesakkan dadaku. "Aku pulang bu, maafkan keteledoranku selama ini<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"> </span>bisikku perlahan. </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"><br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Cahaya matahari pagi meremang. Kereta api yang melesat cepat seperti peluru ini masih terasa lamban untukku. Betapa masih jauh jarak yang terentang. Aku menatap ke luar. Salju yang masih saja turun menghalangi pandanganku. Tumpukan salju memutihkan segenap penjuru. Tiba-tiba aku teringat Yuka puteri sulungku yang duduk di bangku SMA kelas dua. Bisa dikatakan ia tak berbeda dengan remaja lainnya di Jepang ini. Meski tak terjerumus sepenuhnya pada kehidupan bebas remaja kota besar, tapi Yuka sangat ekspresif dan semaunya. Tak jarang kami berbeda pendapat tentang banyak hal, tentang norma-norma pergaulan atau bagaimana sopan santun terhadap orang tua. Aku sering protes kalau Yuka pergi lama dengan teman-temannya tanpa idzin padaku atau papanya. Karena aku dibuat menderita dan gelisah tak karuan dibuatnya. Terus terang kehidupan remaja Jepang yang kian bebas membuatku khawatir sekali. Tapi menurut Yuka hal itu biasa, pamit atau selalu lapor padaku dimana dia berada, menurutnya membuat ia stres saja. Ia ingin aku mempercayainya dan memberikan kebebasan padanya. Menurutnya ia akan menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Untuk menghindari pertengkaran semakin hebat, aku mengalah meski akhirnya sering memendam gelisah. </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"><br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Riko juga begitu, sering ia tak menggubris nasehatku, asyik dengan urusan sekolah dan teman-temannya. Papanya tak banyak komentar. Dia sempat bilang mungkin itu karena kesalahanku juga yang kurang menyediakan waktu buat mereka karena kesibukan bekerja. Mereka jadi seperti tidak membutuhkan mamanya. Tapi aku berdalih justru aku bekerja karena sepi di rumah akibat anak-anak yang berangkat dewasa dan jarang di rumah. Dulupun aku bekerja ketika si bungsu Riko telah menamatkan SD nya. Namun memang dalam hati ku akui, aku kurang bisa membagi waktu antara kerja dan keluarga. Melihat anak-anak yang cenderung semaunya, aku frustasi juga, tapi akhirnya aku alihkan dengan semakin menenggelamkan diri dalam kesibukan kerja. Aku jadi teringat masa remajaku. Betapa ku ingat kini, diantara ke lima anak ibu, hanya aku yang paling sering tidak mengikuti anjurannya. Aku menyesal. Sekarang aku bisa merasakan bagaimana perasaan ibu ketika aku mengabaikan kata-katanya, tentu sama dengan sedih yang aku rasakan ketika Yuka jatau Riko juga sering mengabaikanku. Sekarang aku menyadari dan menyesali semuanya. Tentu sikap kedua puteri ku adalah peringatan yang Allah berikan atas keteledoranku dimasa lalu. Aku ingin mencium tangan ibu.... </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"><br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Di luar salju semakin tebal, semakin aku tak bisa melihat pemandangan, semua menjadi kabur tersaput butiran salju yang putih. Juga semakin kabur oleh rinai air mataku. Tergambar lagi dalam benakku, saat setiap sore ibu mengingatkan kami kalau tidak pergi mengaji ke surau. Ibu sendiri sangat taat beribadah. Melihat ibu khusu' tahajud di tengah malam atau berkali-kali mengkhatamkan alqur'an adalah pemandangan biasa buatku. Ah..teringat ibu semakin tak tahan aku menanggung rindu. Entah sudah berapa kali kutengok arloji dipergelangan tangan. </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Akhirnya setelah menyelesaikan semua urusan <i>boarding-pass</i> di bandara Narita, aku harus bersabar lagi di pesawat. Tujuh jam perjalanan bukan waktu yang sebentar buat yang sedang memburu waktu seperti aku. Senyum ibu seperti terus mengikutiku.<i> </i>Syukurlah,<i> Window-seat, no smoking area</i>, membuat aku sedikit bernafas lega, paling tidak untuk menutupi kegelisahanku pada penumpang lain dan untuk berdzikir menghapus sesak yang memenuhi dada. Melayang-layang di atas samudera fasifik sambil berdzikir memohon ampunan-Nya membuat aku sedikit tenang. Gumpalan awan putih di luar seperti gumpalan-gumpalan rindu pada ibu. Yogya belum banyak berubah. Semuanya masih seperti dulu ketika terakhir aku meninggalkannya. Kembali ke Yogya seperti kembali ke masa lalu. Kota ini memendam semua kenanganku. Melewati jalan-jalan yang dulu selalu aku lalui, seperti menarikku ke masa-masa silam itu. Kota ini telah membesarkanku, maka tak terbilang banyaknya kenangan didalamnya. Terutama kenangan-kenangan manis bersama ibu yang selalu mewarnai semua hari-hariku. Teringat itu, semakin tak sabar aku untuk bertemu ibu. </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;"><br />
</div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Rumah berhalaman besar itu seperti tidak lapuk dimakan waktu, rasanya masih seperti ketika aku kecil dan berlari-lari diantara tanaman-tanaman itu, tentu karena selama ini ibu rajin merawatnya. Namun ada satu yang berubah, ibu... </div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: left;">Wajah ibu masih teduh dan bijak seperti dulu, meski usia telah senja tapi ibu tidak terlihat tua, hanya saja ibu terbaring lemah tidak berdaya, tidak sesegar biasanya. Aku berlutut disisi pembaringannya, "Ibu...Rini datang, bu..", gemetar bibirku memanggilnya. Ku raih tangan ibu perlahan dan mendekapnya didadaku. Ketika kucium tangannya, butiran air mataku membasahinya. Perlahan mata ibu terbuka dan senyum ibu, senyum yang aku rindu itu, mengukir di wajahnya. Setelah itu entah berapa lama kami berpelukan melepas rindu. Ibu mengusap rambutku, pipinya basah oleh air mata. Dari matanya aku tahu ibu juga menyimpan derita yang sama, rindu pada anaknya yang telah sekian lama tidak berjumpa. "Maafkan Rini, Bu.." ucapku berkali-kali, betapa kini aku menyadari semua kekeliruanku selama ini. </div>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-33295193018328975672011-10-27T06:03:00.000-07:002011-10-27T06:03:40.303-07:00Artikel : Menulis Puisi Dengan Baik<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEp6dWyOHnZ6ffnWTfc65UEUDQZwRSZbTJLHDhwQ2yGsVG5ZyWlJ3mZj-9RvvRifRC7TBwUh-GcHDUF5EzNND1UfBOzuI5r9w10E51dtyNT6c3i4ubpM1DjOV76YVAmyU5efqc7tc4b_I/s1600/puisi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="277" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEp6dWyOHnZ6ffnWTfc65UEUDQZwRSZbTJLHDhwQ2yGsVG5ZyWlJ3mZj-9RvvRifRC7TBwUh-GcHDUF5EzNND1UfBOzuI5r9w10E51dtyNT6c3i4ubpM1DjOV76YVAmyU5efqc7tc4b_I/s400/puisi.jpg" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;">Nah, menulis puisi dengan baik itu sebenarnya sangat mudah dan susah. Lho kok? Tapi, benarkan, begitu? Ada beberapa orang mengatakan bahwa “bila saya menulis puisi, saya pasti sedang merasakan sesuatu yang gundah.” Atau ada juga yang bilang, “ aku menulis kegelisahan dalam kesunyian. Jadi, harus ada tempat yang benar-benar sunyi untuk menulis puisi?”</div><div style="text-align: justify;"><br />
Ada juga yang mengatakan,”puisi itu mudah sekali untuk dibikin. Jadi, konteks dan tempatnya bisa di mana saja asal ada sesuatu yang kita pikirkan untuk kita menulisnya.”<br />
nah, bagaimana dengan Anda?</div>Perihal yang di atas itu, hanya bagian kecil pandangan orang tentang menulis puisi. Ada berbagai cara yang bisa digunakan untuk mengasah keterampilan menulis puisi dengan baik. Puisi dapat ditulis berdasarkan apa yang kita lewati dan bisa juga kita tuangkan melalui catatan harian.<br />
<br />
Ketika Anda sedang merasakan sesuatu hal yang hal itu bisa membuat Anda terkekang atau mungkin Anda berpikir untuk melawan suatu masa yang menurut Anda sedang tidak kondusif. Biasanya, banyak penulis yang memilih puisi sebagai salah satu media perlawanan.<br />
Lihat saja beberapa puisi kritik yang dituliskan oleh WS Rendra Cs. Mereka mencoba melawan pemerintah dengan mengangkat unsure-unsur social budaya.<br />
Ada yang berkiblat ke permasalahan percintaan barangkali. Juga demikian. Puisi itu bisa bertemakan apa saja. Nah berikut saya mencoba membagi dua hal yang perlu di perhatikan dalam menulis puisi;<br />
<br />
<span id="more-708"></span><br />
<strong>RIMA</strong><br />
Rima (persamaan bunyi) adalah pengulangan bunyi berselang, baik dalam larik maupun pada akhir puisi yang berdekatan. Bunyi yang berima itu dapat ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Puisi-puisi yang bergaya rima kental biasanya adalah puisi-puisi melayu dan beberapa puisi angkatan dibwah penulis kontemporer. Mereka menulis puisi-puisi seperti bentuk pantun modern. Artinya ada beberapa bunyi yang sama pada setiap pengulangan bunyi yang berselang.<br />
<br />
<strong>IRAMA</strong><br />
Irama atau ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi, irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggirendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.<br />
Nah, di sini dulu perjumpaan kita. Semoga menarik dan bisa menjadi bahan diskusi untuk pengembangan tulisan-tulisan kita selanjutnya…<br />
Mari menulis puisi. Mari melawan hati yang gundah.<br />
Catatan kecil dari saya; bacalah puisi-puisi orang lain agar kuat pada pendiksian. Puisi-puisi penulis Amerika Latin atau puisi-puisi dar Afrika mungkin bisa menjadi rujukan Anda.<br />
Nah, untuk menguatkan Anda menentukan tema yang akan diangkat menjadi puisi. Baiknya Anda baca buku-buku filsafat.<br />
<br />
Oke….<br />
Selamat mencobanya…<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEp6dWyOHnZ6ffnWTfc65UEUDQZwRSZbTJLHDhwQ2yGsVG5ZyWlJ3mZj-9RvvRifRC7TBwUh-GcHDUF5EzNND1UfBOzuI5r9w10E51dtyNT6c3i4ubpM1DjOV76YVAmyU5efqc7tc4b_I/s1600/puisi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a></div>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-210111060680580822011-10-27T05:59:00.000-07:002011-10-27T18:31:56.231-07:00Refrensi : Kesaksian Seorang Dokter<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqNyDm0Qz49F4W4PkyPFi4nirQiz-D3IxmIXVLAlfqHymYF8e32bK4HbEcEjA4ntWKmsyUEy-bus2rqKK42kq9Dqq5aEr69dTEOUUcbG7aVE2ARdVpaHubYZi4ij8RnY2IzfqcCZRlC5U/s1600/34750_415324679227_197674079227_4348106_5516966_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqNyDm0Qz49F4W4PkyPFi4nirQiz-D3IxmIXVLAlfqHymYF8e32bK4HbEcEjA4ntWKmsyUEy-bus2rqKK42kq9Dqq5aEr69dTEOUUcbG7aVE2ARdVpaHubYZi4ij8RnY2IzfqcCZRlC5U/s1600/34750_415324679227_197674079227_4348106_5516966_n.jpg" /></a></div><br />
Judul : <span style="color: red;">Kesaksian Seorang Dokter</span><br />
Penulis : dr. Khalid bin Abdul Aziz al Jubair, SpJP<br />
Penerbit: Darus Sunnah<br />
Cetakan : Kesebelas, Januari 2009<br />
Halaman : 176<br />
<br />
<br />
Buku yang sudah mencapai <span style="color: #006600;">cetakan ke-11</span> ini berisi kisah-kisah yang dialami oleh penulisnya sendiri yang merupakan seorang <span style="color: #990000;">dokter spesialis bedah dan jantung</span> di sebuah rumah sakit di Riyadh, Saudi Arabia. Ada puluhan kisah-kisah nyata yang sarat dengan pelajaran, nasehat dan hikmah yang bisa kita ambil. Kisah-kisahnya membuat kita merenung dan berintrospeksi terhadap diri kita, agar semakin dekat dengan Allah Jalla wa 'Ala.<br />
<br />
Pada ringkasan ini saya kutipkan dua kisah yang menarik diantara yang menarik dari buku tersebut. Yang pertama adalah tentang <span style="color: #000099;">keyakinan bahwa Allah-lah Yang Menyembuhkan</span>. Yang kedua adalah tentang pengobatan yang banyak dilupakan orang. Semoga kutipan ini bermanfaat bagi kaum muslimin.Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-85598875541184055382011-10-27T05:44:00.000-07:002011-10-27T06:23:40.547-07:00Puisi : "Anak" Karya Kahlil Gibran<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><span class="notranslate"></span></span><br />
<div class="ff6" style="left: 7.54em; top: 10.56em;"><span style="font-size: small;"><span class="notranslate"><b><span style="font-size: large;">ANAK</span></b> </span></span></div><div class="ff6" style="left: 7.54em; top: 10.56em;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><span class="notranslate"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUD8CdiAmNv6JykppmHhSkjtBQNgn3eDpHoN8KKyHqiJWuutgjHy5ZOZPuufoW7OUlZFm2COBZt_z9bcp15hsNB4NadvhIz0DwKH3O6K4SrSMaSI1aBRouKA38P1umz71Y37J8NzP9xws/s1600/anak-kecil.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUD8CdiAmNv6JykppmHhSkjtBQNgn3eDpHoN8KKyHqiJWuutgjHy5ZOZPuufoW7OUlZFm2COBZt_z9bcp15hsNB4NadvhIz0DwKH3O6K4SrSMaSI1aBRouKA38P1umz71Y37J8NzP9xws/s320/anak-kecil.jpg" width="228" /></a></span></span></div><div class="ff6" style="left: 7.54em; top: 10.56em;"></div></div><div style="color: black; font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span class="notranslate"> </span></span></div><div class="ff3" style="left: 6.81em; top: 12.03em;"><span style="font-size: small;"> Dan seorang perempuan yang m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>nggend<span style="margin-right: 0.01em;">o</span>ng bayi dalam dakapan dadanya </span></div><span style="font-size: small;"> </span><br />
<div class="ff3" style="left: 6.81em; top: 13.3em;"><span style="font-size: small;">berkata, Bicaralah pada kami pe<span style="left: -0.01em;">r</span>ihal A<span style="left: 0.01em; margin-right: 0.01em;">n</span>ak. </span></div><div class="pl ff3" style="left: 6.81em; line-height: 1.27em; top: 15.69em;"><span style="font-size: small;">Dan dia berkata:</span><br />
<span style="font-size: small;">A<span style="left: 0.01em; margin-right: 0.01em;">n</span>ak-anakmu b<span style="margin-right: -0.01em;">u</span>kanlah anak-anakmu</span><br />
<span style="font-size: small;">Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan d<span style="margin-right: -0.01em;">i</span>rinya send<span style="margin-right: -0.01em;">i</span>ri</span><br />
<span style="font-size: small;">Mereka dilah<span style="margin-right: -0.01em;">i</span>rkan melalui engkau tapi bukan darimu</span><br />
<span style="font-size: small;">Meskipun mereka ad<span style="margin-right: -0.01em;">a</span> bersamamu tapi mer<span style="margin-right: -0.01em;">e</span>ka b<span style="margin-right: -0.01em;">u</span>kan milikmu</span></div><div class="pl ff3" style="left: 6.81em; line-height: 1.26em; top: 23.29em; word-spacing: -0.01em;"><span style="font-size: small;">Pada m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>r<span style="margin-right: -0.01em;">e</span>ka engkau d<span style="left: -0.01em; margin-right: -0.01em;">a</span>pat m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>mberikan cintamu, tapi bukan fikiranmu</span><br />
<span style="font-size: small;">Kerana mereka m<span style="left: -0.01em;">e</span>miliki fikiran mereka sen<span style="left: -0.01em; margin-right: -0.01em;">d</span>iri</span><br />
<span style="font-size: small;">E<span style="margin-right: -0.01em;">n</span>gkau bisa m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>rumah<span style="left: -0.01em;">k</span>an tubuh<span style="margin-right: 0.01em;">-</span>tubuh mereka, tapi buk<span style="left: 0.01em; margin-right: 0.01em;">a</span>n jiwa m<span style="left: -0.01em;">e</span>reka</span><br />
<span style="font-size: small;">Kerana jiw<span style="left: 0.01em; margin-right: 0.01em;">a</span>-jiw<span style="left: 0.01em;">a</span> itu tinggal di rumah h<span style="margin-right: -0.01em;">a</span>ri e<span style="left: -0.01em;">s</span>ok, yang tak pe<span style="left: -0.01em;">r</span>nah dapat engkau</span><br />
<span style="font-size: small;">kunjungi m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>skipun dalam mimpi</span><br />
<span style="font-size: small;">E<span style="margin-right: -0.01em;">n</span>gkau bisa m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>njadi seperti mer<span style="margin-right: -0.01em;">e</span>ka, tapi jangan cuba m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>njadikan mereka</span><br />
<span style="font-size: small;">sepertimu</span><br />
<span style="font-size: small;">Kerana hidup tid<span style="margin-right: -0.01em;">a</span>k berjalan mundur dan tid<span style="left: -0.01em; margin-right: -0.01em;">a</span>k pula berada di m<span style="margin-right: -0.01em;">a</span>s<span style="left: -0.01em; margin-right: -0.01em;">a</span> lalu</span></div><div class="pl ff3" style="left: 6.81em; line-height: 1.26em; top: 34.67em; word-spacing: -0.01em;"><span style="font-size: small;">E<span style="margin-right: -0.01em;">n</span>gkau adalah busur-busur tempat anakm<span style="margin-right: -0.01em;">u</span> m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>njadi anak-anak panah yang</span><br />
<span style="font-size: small;">hidup diluncurkan</span><br />
<span style="font-size: small;">Sang pemanah telah m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>mbid<span style="margin-right: -0.01em;">i</span>k arah keabadian, dan ia m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>renggangkanmu</span><br />
<span style="font-size: small;">d<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>ngan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>luncur d<span style="left: -0.01em;">e</span>ngan</span><br />
<span style="font-size: small;">cepat dan jauh.</span><br />
<span style="font-size: small;">Jad<span style="margin-right: -0.01em;">i</span>kanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kege<span style="left: -0.01em;">m</span>biraan</span><br />
<span style="font-size: small;">Sebab ketika ia m<span style="left: -0.01em;">e</span>ncintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga</span><br />
<span style="font-size: small;">m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>ncintai busur teguh yang telah m<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>luncurkannya d<span style="margin-right: 0.01em;">e</span>ngan sepenuh k<span style="margin-right: -0.01em;">e</span>kuatan.</span></div><div class="ff3" style="left: 6.81em; top: 45.97em;"><span style="font-size: small;">(Dari 'Cinta, Keindah<span style="margin-right: -0.01em;">a</span>n, Kesunyian') </span></div><div class="ff3" style="left: 6.81em; top: 48.29em;"><span style="font-size: small;">Kahlil Gib<span style="margin-right: 0.01em;">r</span>an </span></div>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-50571324883922365332011-10-26T20:08:00.000-07:002011-10-27T06:16:25.126-07:00Cerpen : Kota Kelamin Karya Mariana Amiruddin<h3 class="post-title" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: large;">Kota Kelamin </span></h3><div class="separator" style="clear: both; font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><a href="http://images.sulwesi.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SD5NxgoKCoAAAHN3KI41/234.JPG?et=8YeDgnaCGwsZBL2HuHPUfg&nmid=0&nmid=98386359" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://images.sulwesi.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SD5NxgoKCoAAAHN3KI41/234.JPG?et=8YeDgnaCGwsZBL2HuHPUfg&nmid=0&nmid=98386359" /></a></div><h3 class="post-title" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </h3><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> Mataku berkaca membentuk bayangan. Bayangan wajahnya. Wajah pacarku. Wajah penuh hasrat menjerat. Duh, dia menyeringai dan matanya seperti anjing di malam hari. Aku tersenyum dalam hati, ia menggeliat, seperti manusia tak tahan pada purnama dan akan segera menjadi serigala. Auu! Ia melolong keras sekali, serigala berbadan sapi. Mamalia jantan yang menyusui. Aku meraih putingnya, menetek padanya, lembut sekali. Lolongannya semakin keras, menggema seperti panggilan pagi. Pada puncaknya ia terkapar melintang di atas tubuhku. Dan tubuh pagi yang rimbun. Ia tertidur.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Pagi menjelang, ketika gelap perlahan menjadi terang. Tampak tebar rerumput dan pepohonan menjulang, angin dan sungai dan di baliknya bebek-bebek tenggelam dalam gemericik. Kutatap tubuhnya yang berkeringat membasahi tubuhku. Mengalir menumpuk menjadi satu dengan keringatku. Bulir-bulir air seperti tumbuh dari mahluk hidup. Bulir-bulir yang juga dinamai embun-embun bertabur di atasnya, bercampur keringat kami.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Matahari membidik tubuhku dan tubuhnya. Seperti kue bolu yang disirami panas agar merekah wangi. Wangi birahi tubuh kami. Pacarku masih mendengkur. Aku memperhatikan dadanya yang naik turun berirama, yang di atasnya dibubuhi bulu-bulu halus. Aku memainkan bulu-bulu itu dan sesekali mencabutinya. Bangun, kataku berbisik di telinganya. Lihat, matahari menyapa kita. Bebek-bebek naik ke daratan dan mendekati, mematuk biji-biji tanah di sekitarku. Aku melirik pelir pacarku yang kecoklatan. Kulit kendur, dan seonggok penis layu di atasnya. Aku tertawa sendiri. Bebek-bebek menyahut. Aku membelai penisnya, seperti membangunkan siput yang bersembunyi di balik rumahnya. Penis yang kunamai siput itu bergerak bangkit, bangun rupanya. Menegang, menantang, dan tersenyum memandangku. Selamat pagi, kataku. Kamu lelah semalaman, memasuki liang liurku. Dan rupamu yang menegang berjam-jam, kau harus menembus liangku berulang-ulang.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Di tempat inilah kami biasa bertamasya melakukan senggama. Tempat yang jauh dari mata-mata manusia yang mengutuk kelamin orang dan kelaminnya sendiri. Pacarku lalu terbangun, matanya memicing, bibirnya membentuk perahu, tersenyum seadanya. Liangmu nakal, katanya sambil menggeliat dan memelukku. Apa jadinya vagina tanpa liang. Apa jadinya tanpa lubang. Bagaimana menembusnya, katanya. Dan liurmu yang berlumur di penisku, bagaimana Tuhan menciptanya.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Aku memetik sekuntum bunga dan mematahkan putiknya, terlihat getah mengalir di ujung patahannya. Seperti ini, kataku menunjukkan padanya. Dan aku seperti ini, katanya sambil menjatuhkan serbuk sari bunga itu di atas kepala putik. Kami tertawa renyah.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kami sepakat bahwa kelamin seperti sekuntum bunga dengan dua jenis kelamin di dalamnya. Benang sari dan putik yang tak mungkin berpisah dari kelopak bunganya. Juga warna-warna alam yang membiarkan kami melakukan senggama. Tak ada yang melarang, membatasi, tak juga mengomentari.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Inilah kebahagiaanku dengannya, kelamin-kelamin yang bahagia di malam hari. Kelamin juga butuh kebahagiaan. Kami mengerti kebutuhan itu. Kelamin-kelamin yang melepas jenuh, setiap hari tersimpan di celana dalam kami masing-masing. Tak melakukan apa pun kecuali bersembunyi dan menyembur air seni. Kelamin-kelamin yang menganggur ketika kami bekerja keras mencari uang. Apalagi penis pacarku, ia terlipat dan terbungkus di kantong sempaknya. Ketika mengembang ia menjadi sesak. Betapa tersiksanya menjadi penis. Begitu pula vagina, wajahnya sesak dengan celana dalam ketat nilon berenda-renda, tak ada ruang baginya. Kelamin-kelamin hanya dibebaskan ketika kencing dan paling-paling memelototi kakus setiap hari.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kelamin kami memang tak boleh terlihat, oleh binatang sekalipun. Meski pada awalnya mereka hadir di dunia yang dengan bebasnya menghirup udara bumi. Sejak itu mereka bersinggungan dengan benda-benda buatan manusia. Terutama ketika dewasa, mereka semakin tak boleh diperlihatkan. Tak boleh terlihat mata manusia.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Suatu hari, vaginaku memucat. Penis pacarku kuyu. Aku heran, apa yang terjadi, kelamin yang tak bahagia. Aku dan pacarku diam, suasana sepertinya tak lagi menghidupkan kelamin-kelamin yang menempel di tubuh kami. Seandainya mereka bisa bicara apa maunya. Lalu kami mencoba telanjang dan berbaring berpelukan di rerumputan. Kelamin kami saling bertatapan. Tapi kami malah kedinginan. Tubuh kami menggigil memucat. Angin malam pun datang, mengiris-iris tulang kami. Ai! Pacarku, tiba-tiba penisnya hilang. Ke mana ia? Di sini, ia melipat meringkuk tak mau muncul, kata pacarku. Vaginamu? Mana vaginamu? Pacarku merogoh vaginaku, berusaha sekuat tenaga mencari lubang dan liang, tapi tak ketemu. Mana lubangmu? Kok susah? Tanya pacarku. Ia menutup sendiri, kataku. Lihat, senyumnya tak ada lagi.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kami berdua beranjak, kemudian duduk di dekat sungai, menjauh dari angin. Tubuhku dan dia masih telanjang dan pucat di malam yang semakin pekat. Kami terdiam. Diam saja sampai pagi.</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">***</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sudah lama aku tak bertemu pacar. Entah mengapa, aku pun tak tertarik untuk bertemu. Bahkan mendengar lolongan dan dengkur tidurnya. Serta dadanya yang naik turun bila terserang nafsu. Aku sibuk bekerja beberapa minggu ini. Tak pernah tertarik pula pada bebek-bebek, angin dan pohon yang biasa aku dan dia temui di tengah senggama kami. Entah mengapa, ketika kubuka celanaku tampak vaginaku pucat tak lagi menunjukkan senyumnya. Kutarik celanaku dengan kasar, seperti ingin menyekap vaginaku yang tak lagi ramah. Sial! Kataku. Aku merasa tak ada gunanya punya kelamin kecuali untuk keperluan kencing. Aku kehilangan gairah, kulempar semua berkas-berkas di meja kerjaku. Juga foto-foto di atas meja. Foto-foto ketika kami bahagia. Dan foto-foto kelamin kami di dalam laci. Aku melemparkannya hingga membentur dinding.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kubuka kaca jendela ruangan. Tampak tebaran gedung-gedung tinggi dan patung besar menjulang di tengah kota dan jalan-jalan layang yang menebas di tengahnya. Tampak pemukiman kumuh di baliknya dalam cahaya remang ditelan tebaran lampu gedung dan jalan yang menyala-nyala. Napasku sesak, seperti lama tak bernapas. Kujambak rambutku sendiri, dan aku berteriak panjang sekuat-kuatnya. Sampai aku lelah sendiri. Aku duduk di pojok ruangan, memandang meja kerjaku yang berantakan. Duduk lama hingga bulan tiba. Semua orang yang ingin menemuiku aku tolak. Aku mengunci pintu dan mematikan lampu. Aku terserang sepi. Kehilangan motivasi. Aku tertidur di atas kakiku sendiri.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Terdengar suara-suara merintih memanggil-manggil. Suara sedih dan renta. Ia seperti datang dari udara kota. Aku terbangun dan menajamkan pendengaran. Suara apa itu? Ia ternyata hadir tak jauh dari dekatku. Aku mencari sumber suara itu. Mana dia? Kutemui suara itu yang ternyata keluar dari vaginaku.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kami tak pernah diakui. Kami terus saja diludahi. Kami dinamai kemaluan, yang artinya hina. Manusia tak pernah menghargai kami. Sama dengan pelacur-pelacur itu. Segala aktivitas kami dianggap kotor.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Samar-samar kudengar suara vaginaku yang aneh. Ia tak seperti suara manusia. Kata-katanya seperti kayu yang lapuk dan lembab, yang sebentar lagi akan dimakan rayap.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Bagaimana cara Tuhan memaknai kami? Kami pun buruk dalam kitab-kitab suci, lebih buruk dari setan dan jin.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Aku mengelus vaginaku. Kubuka celanaku dan membiarkannya bernapas. Aku bingung sendiri bagaimana ia bisa bicara. Itukah yang membuatmu pucat selama ini?</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Keningku berkerut. Setelah itu tak ada lagi suara. Aku menatap vaginaku, seperti menatap mahluk hidup yang mati. Aku menyalakan lampu. Aku membereskan berkas-berkasku yang berantakan di lantai ruangan. Aku membuka kunci pintu dan keluar menuruni tangga, aku ingin berjalan mengelilingi kota di hari menjelang larut. Tampak orang-orang lalu-lalang dan beberapa seperti sengaja menabrak tubuhku. Aku jengkel dan berteriak memaki mereka. Tiba-tiba datang suara-suara seperti rayap yang merambat di balik kayu-kayu bangunan tua. Ampun, suara apa lagi ini? Samar-samar aku seperti melihat orang-orang telanjang dan berbicara dengan kelaminnya. Semua orang di kota ini telanjang! Kelamin mereka megap-megap. Penis-penis menegang seperti belalai gajah yang sedang marah dan melengkingkan suaranya. Vagina-vagina memekik dan menampakkan kelentit-kelentitnya yang tak lagi merekah. Liang-liang gelap vagina tampak menganga di depan mata.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Aku tak kuasa mengendalikan kebingunganku. Aku tahu para kelamin sedang meneriakkan batinnya. Aduh, manusia. Benar juga, bahkan tubuhmu sendiri tak kau hargai. Aku ingin sekali membantu mereka. Bahkan kelamin-kelamin yang sejenis dan bercinta setiap malam, dan kelamin-kelamin yang telah diganti dengan kelamin jenis lain, aku melihat jelas sekali kelamin para waria yang sedang berjoget di jalanan itu. Kelaminnya menangis tersedu-sedu mengucapkan sesuatu.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Aku lelah dan berhenti di sebuah taman kota. Aku duduk di bangku taman itu sembari melihat patung telanjang yang menjulang di atasku. Penisnya tampak dari bawah tempatku duduk. Aku melihat rupa patung itu yang penuh amarah, dan penis besarnya yang tak lain adalah batu.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Pacarku, aku teringat pacarku. Di manakah pacarku.</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Di sini!</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kaukah itu?</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Tak kuduga pacarku tiba mendatangiku dalam keadaan telanjang. Penisnya seperti jari-jari yang sedang menunjuk. Penisnya menunjuk-nunjuk ke arah kelaminku. Ternyata aku pun telanjang. Orang-orang di kota ini telanjang tak terkecuali. Kulihat vaginaku megap-megap dan liurnya menetes-netes. Pacarku lekas meraih tubuh telanjangku di taman itu, memeluk dan menggendongku di bawah patung besar telanjang menjulang.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Matanya menembus mata dan hatiku. Jarinya merogoh liang gelap vaginaku yang sudah menganga. Pacarku sangat mengenal teksturnya. Liur yang melimpah. Limpahannya membasahi jemarinya. Lalu ia mencabutnya dan menggantikan dengan penisnya yang menembus. Kini kami bersenggama di tengah kota. Kota di mana setiap orang telanjang dan tak peduli dengan ketelanjangan orang lain. Auu! Pacarku kembali menjadi serigala melolong. Ia menggigit seluruh tubuhku. Seperti anak anjing, aku menggapai sepasang puting di dadanya dengan lidahku. Kami menyatu dalam tubuh dan kelamin. Aku mengerti sekarang, kelamin pun punya hati. ***</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">untuk Hudan Hidayat yang ’takkan pernah sembuh’</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Jakarta, 1 September 2005</span>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-57526507825864582132011-10-26T19:56:00.000-07:002011-10-27T06:10:56.916-07:00Biografi : Chairil Anwar "Sastrawan Muda Indonesia"<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://fitratunisa.files.wordpress.com/2010/04/chairil-anwar.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://fitratunisa.files.wordpress.com/2010/04/chairil-anwar.jpg" /></a></div><br />
<br />
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil.<br />
<br />
<br />
Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:<br />
<br />
Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta<br />
<br />
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.<br />
<br />
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.<br />
<br />
Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”<br />
<br />
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.<br />
<br />
Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.<br />
<br />
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.<br />
<br />
Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-17259611069226274362011-10-26T18:00:00.000-07:002011-10-27T06:01:16.244-07:00Artikel : Makanan Yang Bisa Menghilangkan Bau Badan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiE7ZI3xaC4uk8afvA4V7YKVx0UnZ_myVa2WTrWFFLLaenRz4V_x-1mp76G_BgpLDV290Jdy0EWV8qZ_VCIwHL49dEj0yM4P7WhvatoPDGwHqj7AO9LpeNfmtUbqXUwp8lrBvUALBEn7eg/s1600/bau-badan-ts-dlm-743904.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiE7ZI3xaC4uk8afvA4V7YKVx0UnZ_myVa2WTrWFFLLaenRz4V_x-1mp76G_BgpLDV290Jdy0EWV8qZ_VCIwHL49dEj0yM4P7WhvatoPDGwHqj7AO9LpeNfmtUbqXUwp8lrBvUALBEn7eg/s1600/bau-badan-ts-dlm-743904.jpg" /></a></div><div></div><div><b>Jakarta,</b> Bau badan bisa membuat orang tersingkir dari pergaulan. Alhasil, sejuta cara dilakukan untuk membasmi bau badan. Berikut ada beberapa makanan yang bisa berkhasiat menghilangkan bau badan.<br />
<br />
Tubuh menghasilkan keringat dari kelenjar apokrin dan ekrin. Kelenjar ekrin memproduksi sebagian besar 'keringat asin' yang mendinginkan tubuh. <i>Mayo Clinic </i>mencatat bahwa bau badan timbul karena kelenjar apokrin, yang mengeluarkan keringat lemak di daerah dengan rambut berlimpah, seperti kulit kepala, ketiak dan selangkangan.<br />
<br />
Keringat berfungsi menghilangkan racun dari tubuh, termasuk yang dihasilkan melalui makanan yang Anda makan, yang dapat mengembangkan bau ketika kontak dengan bakteri pada kulit. Mengubah makanan bisa membantu bau tubuh.<br />
<br />
Berikut beberapa makanan yang bisa membantu menghilangkan bau badan, seperti dilansir <i>Livestrong</i>, Sabtu (17/9/2011):<br />
<br />
<b>1. Daging putih</b><br />
Makan daging putih seperti daging ayam dan ikan, bukan daging merah (daging sapi atau kambing), dapat mengurangi bau badan. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Chemical Senses tahun 2006 menyimpulkan bahwa mengonsumsi daging merah dapat memiliki efek negatif pada bau badan.<br />
<br />
<b>2. Sayuran</b><br />
Oregon State University menyatakan bahwa bau badan amis dikaitkan dengan makan makanan yang mengandung tingkat kolin tinggi. Food and Nutrition Board of the Institute of Medicine merekomendasikan bahwa laki-laki mengonsumsi tidak lebih dari 550 mg kolin per hari dan perempuan tidak lebih dari 425 mg per hari.<br />
<br />
Sayuran umumnya rendah kolin dan makan makanan yang kaya sayuran dimasak maupun segar (mentah) dapat membantu mengurangi bau badan. Sayuran yang mengandung jumlah kolin paling rendah antara lain kangkung, wortel, mentimun, labu, tomat, lobak, selada dan kol.<br />
<br />
<b>3. Buah</b><br />
Buah adalah contoh lain makanan yang rendah kolin dan dapat membantu menghilangkan bau badan. Apel, stroberi, pir, jus jeruk, jus anggur, nanas, pisang, blueberry dan semangka mengandung beberapa tingkat terendah dari kolin.<br />
(<b>mer/ir</b>) </div><div><span class="484323710-20092011"><span style="font-family: Arial; font-size: xx-small;"><i>Sumber: Detikhealth.com</i></span></span></div>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-21569493027601286412011-10-26T16:57:00.000-07:002011-10-27T18:32:08.842-07:00Refrensi : Film "Serdadu Kumbang 2011"<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyw9kWf-_l5-OVpyaBXhG6HfX01bAxeYuJifGNWsRxoREUSC7uTnMTm4RJMnDVJgcIZquHAppqCB4gHLe2o1Cs5-7vQWmhOyFfyv2Qe406syDjrVIvhQ0b1MIFlZ_a0sJc7SjDZ5nbLA/s1600/serdadu+kumbang+Sumbawa.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyw9kWf-_l5-OVpyaBXhG6HfX01bAxeYuJifGNWsRxoREUSC7uTnMTm4RJMnDVJgcIZquHAppqCB4gHLe2o1Cs5-7vQWmhOyFfyv2Qe406syDjrVIvhQ0b1MIFlZ_a0sJc7SjDZ5nbLA/s400/serdadu+kumbang+Sumbawa.jpg" width="170" /></a></div><br />
Serdadu kembang menceritakan tentang seorang Amek, siswa berbibir sumbing yang sempat tidak lulus UN. Tidak Lulus UN membuatnya tidak yakin menggapai cita-cita. Amek memiliki kelebihan yakni mahir mengendalikan kuda.<br />
Amek yang hanya tinggal di desa Mantar bersama sang ibu, Siti dan kakaknya Minun. Mereka selalu mendukung Amek.<br />
Sebetulnya Amek adalah anak yang baik, namun sifatnya yang introvert, keras hati dan cenderung jahil, membuat ia sering dihukum oleh guru-gurunya disekolah.<br />
Sebaliknya Minun kakaknya, ia duduk dibangku SMP dan selalu juara kelas. Ia juga sering menjuarai lomba matematika sekabupaten. Sederet piala dan sertifikat berjejer diruang tamu mereka. Minun adalah ikon sekolah, kebanggaan keluarga dan masyarakat.<br />
Minun sangat menyayangi Amek, bukan saja karena adiknya itu tidak lulus ujian tahun lalu, lebih dari itu, Amek memiliki kekurangan lahir, bibirnya sumbing dan sering menjadi bahan lelucon teman-temannya. Sementara itu, teman-temannya menggantungkan cita-cita mereka di sebuah pohon besar di kaki bukit dengan tempat tinggal mereka yang disebut ‘Pohon Cita-cita’. Tulisan berisi cita-cita mereka dimasukkan ke dalam botol dan digantungkan di dahan pohon.<br />
Begitulah sepenggalan cerita sebuah film layar lebar yang berjudul ‘Serdadu Kumbang’. Film yang digarap oleh Ari Sihasale sebagai Produser dan Director dan Nia Sihasale Zulkarnaen sebagai Executive Producer itu menyuguhkan keindahan alam di desa Kantar, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.<br />
Film yang dibintangi oleh Ririn Ekawati, Titi Sjuman, Putu Wijaya, Lukman Sardi, Surya Saputra, Melly Zamri dan Putu Wijaya itu memang sengaja kembali mengangkat tema anak-anak dan pendidikan. Jadi, jangan lupa menonton film “Serdadu Kumbang” di bioskop kesayangan anda.Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-9260656628920155762011-10-26T16:48:00.000-07:002011-10-27T06:17:06.711-07:00Cerpen : Pelajaran Mengarang "Terbaik Kompas Tahun 1993 "<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://photo.goodreads.com/books/1293604592l/8948933.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://photo.goodreads.com/books/1293604592l/8948933.jpg" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Pelajaran mengarang sudah dimulai.</div><blockquote style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati.</blockquote><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih. Judul pertama “Keluarga Kami yang Berbahagia”. Judul kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul ketiga “Ibu”.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati. Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”. Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi, Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak menyenangkan.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama,” ujar sebuah suara dalam ingatannya, yang ingin selalu dilupakannya.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">***</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Lima belas menit telah berlalu. Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang berbahagia.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Mama, apakah Sandra punya Papa?”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Apakah Sandra harus berterus terang? Tidak, ia harus mengarang. Namun ia tak punya gambaran tentang sesuatu yang pantas ditulisnya.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Dua puluh menit berlalu. Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba berpikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”<br />
Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami. Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau keluar kota berhari-hari entah ke mana.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Di tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Anak siapa itu?”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Marti.”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Bapaknya?”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Mana aku tahu!”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sampai sekarang Sandra tidak mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk diruangan kaca ditonton sejumlah lelaki yang menujuk-nunjuk mereka.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Anak kecil kok dibawa kesini, sih?”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Ini titipan si Marti. Aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian dirumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sandra masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayap yang anggun.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">***</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Tiga puluh menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki kanannya selalu naik keatas kursi.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Apakah wanita itu Ibuku? Ia pernah terbangun malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Wanita itu tidak menjawab, ia hanya menangis, sambil memeluk Sandra. Sampai sekarang Sandra masih mengingat kejadian itu, namun ia tak pernah bertanya-tanya lagi. Sandra tahu, setiap pertanyaan hanya akan dijawab dengan “Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik. Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Mama kerja apa, sih?”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sandra tak pernah lupa, betapa banyaknya kata-kata makian dalam sebuah bahasa yang bisa dilontarkan padanya karena pertanyaan seperti itu.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau ke plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta dan seprti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu melap mulut Sandra yang belepotan es krim sambil berbisik, “Sandra, Sandra …”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kadang-kadang, sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Seperti Mama?”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sandra selalu belajar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh. Namun wanita itu tak selalu berperilaku manis begitu. Sandra lebih sering melihatnya dalam tingkah laku yang lain. Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan<i> pager …</i></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan membacakannya.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b> </b></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b>DITUNGGU DI MANDARIN<br />
KAMAR: 505, PKL 20.00</b></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sandra tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang terlambat. Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari. Kalau sudah begitu Sandra akan merasa sangat merindukan wanita itu. Tapi, begitulah , ia sudah belajar untuk tidak pernah mengungkapkanya.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">***</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Empat puluh menit lewat sudah.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Yang sudah selesai boleh dikumpulkan,” kata Ibu guru Tati.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Belum ada secoret kata pun di kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda. Beberapa anak yang sampai hari itu belum mempunyai persoalan yang teralalu berarti dalam hidupnya menulis dengan lancar. Bebarapa diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkannya segera berlari keluar kelas.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sandra belum tahu judul apa yang harus ditulisnya.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Kertasmu masih kosong, Sandra?” Ibu Guru Tati tiba-tiba bertanya.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sandra tidak menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. Mama, Mama, bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa hanya berbisik.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Ia juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong ranjang. Wanita itu barangkali mengira ia masih tidur. Wanita itu barangkali mengira, karena masih tidur maka Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhnya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar lagi ketika dikolong ranjang Sandra berbisik tertahan-tahan “Mama, mama …” dan pipinya basah oleh air mata.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">“Waktu habis, kumpulkan semua ke depan,” ujar Ibu Guru Tati.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Semua anak berdiri dan menumpuk karanganya di meja guru. Sandra menyelipkan kertas di tengah.<br />
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.<br />
Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya berisi kalimat sepotong:</div><div align="center" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><i>Ibuku seorang pelacur…</i></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><i> </i></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Palmerah, 30 November 1991</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><i>*) Dimuat di harian Kompas, 5 Januari 1992. </i><i>Terpilih sebagai Cerpen Pilihan Kompas 1993. </i></div>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-88664571993321951572011-10-26T16:39:00.000-07:002011-10-27T06:23:46.192-07:00Puisi : "Aku" Karya Chairil Anwar<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>AKU </b></span></div><div class="separator" style="clear: both; font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><a href="http://www.kabarindonesia.com/gbrberita/200903/20090327113936.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://www.kabarindonesia.com/gbrberita/200903/20090327113936.jpg" width="186" /></a></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
Kalau sampai waktuku <br />
'Ku mau tak seorang kan merayu <br />
Tidak juga kau <br />
<br />
Tak perlu sedu sedan itu <br />
Aku ini binatang jalang <br />
Dari kumpulannya terbuang <br />
<br />
Biar peluru menembus kulitku <br />
Aku tetap meradang menerjang <br />
<br />
Luka dan bisa kubawa berlari <br />
Berlari <br />
Hingga hilang pedih peri <br />
<br />
Dan aku akan lebih tidak perduli <br />
Aku mau hidup seribu tahun lagi <br />
<br />
Maret 1943 </div>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-19407010587346685.post-58220778562180425762011-10-26T06:22:00.000-07:002011-10-27T06:11:15.711-07:00Biografi : Amir Hamzah "Sang Sastrawan Angkatan Pujangga Biru"<div class="separator" style="clear: both; font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUt_1-PeMHhq3RfNpwKXiC4ew8UrCQWffKsDSpAnZMeB_smhkkyaPdkVor_xFOiazuymby181MzSbJV7yhCsI48Q5S1bLRv_KKlcjR5WmQVtZ3HQJtG4bwZk58fyJWoFPfV4bEAI8ihh4/s1600/Amir_hamzah_duke_of_langkat.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUt_1-PeMHhq3RfNpwKXiC4ew8UrCQWffKsDSpAnZMeB_smhkkyaPdkVor_xFOiazuymby181MzSbJV7yhCsI48Q5S1bLRv_KKlcjR5WmQVtZ3HQJtG4bwZk58fyJWoFPfV4bEAI8ihh4/s1600/Amir_hamzah_duke_of_langkat.jpg" /></a></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><i>Amir Hamzah </i>adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat) dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Amir Hamzah bersekolah menengah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan dan rasa kebangsaan Indonesia bangkit. Pada masa ini ia memperkaya dirinya dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia yang lain.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Dalam kumpulan sajak Buah Rindu (1941) yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935 terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern. Bersama dengan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga Baru (1933), yang kemudian oleh H.B. Jassin dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga Baru. </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Kumpulan puisi karyanya yang lain:</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Nyanyi Sunyi (1937),</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Setanggi Timur (1939), </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Bagawat Gita (1933), </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Syirul Asyar .</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>Amir Hamzah</b> tidak hanya menjadi penyair besar pada zaman Pujangga Baru, tetapi juga menjadi penyair yang diakui kemampuannya dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang. Di tangannya Bahasa Melayu mendapat suara dan lagu yang unik yang terus dihargai hingga zaman sekarang.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>Amir Hamzah </b>terbunuh dalam Revolusi Sosial Sumatera Timur yang melanda pesisir Sumatra bagian timur di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Ia wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat. Ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Amir_Hamzah</div>Sastra Of Smansatahttp://www.blogger.com/profile/08967051991838645958noreply@blogger.com0